Antologi Puisi (Bagian 4)

Halo!
Bagaimana akhir pekan ini? Ada rencana berlibur? Atau tetap tinggal di rumah? Yang jelas aku harap kalian dalam keadaan sehat.

Puisi ini kebanyakan dilatarbelakangi oleh kejadian yang aku alami sendiri. Ada yang saat kasmaran, kecewa, ditinggalkan, merindu.
Semoga kalian terhibur!

Senja
Oleh Margaretta PD

Setitik cahaya jingga itu menembus
Bilik gelap diujung ruang
Menyapa dibalik muram
Selambu lusuh hanya terdiam
Menesilik dalamnya hati

Rindu atau murka ?
Jawab mana yang akan datang
Jika hatimu masih gundah
Mematung diam atau melangkah
Baik pun tetap pada tempat sama
Jiwamu ingin mengembara
Kemanakah ia kan pergi, jika..
Akhirnya mengerti
Baru pun tak lagi sama
Belum tentu baik didapat

21 Maret 2018


Malam Minggu Malam
Oleh Margaretta PD

Lampu temaram berdiam
Menanti harapan pada kebisuan
Mengais asa dalam tumpukan cita
Mata itu berbicara
Mulutmu membungkam
Mengapa ?
Hati ini bergejolak
Denyutnya tak berirama
Saling memandang tanpa
Menyuarakan..
Kegelisahan yang menantang
Matamu tetap terpaku
Pada teka-teki yang kau buat
Sedang aku mencoba
Menerka-nerka di dalam kepalsuan(mu).

27 Maret 2018, 19.52 WIB


BUALAN
Oleh Margaretta PD

Suara tunggangannya mengeras
Tanda ia sudah datang
Pagi itu sangat cerah
Melawan semua kesedihan
Ia datang
Dengan baju biru kebanggaannya
Motor merah siap membawa
Ku pergi dengan suka
Aku rindu tiap saat
Bersamamu
Mungkin katamu
Kalimatku hanya bualan anak SMA
nyatanya memang
Aku anak SMA
tapi kataku
Bukan bualan.

10 April 2018


CATATAN TANPA JUDUL
Oleh Margaretta PD

Wajar bila hampa terasa
Wajar bila sesak menyapa
Laju angin yang datang berpolusi
Lagi
Anganmu menari di balik badai
Dan jejakku samar ditiup angin
Sedang kita masih berdiri
Di ujung keserakahan diri

Masih jelas sorot matamu
Bergelut sendu dalam kalbuku
Menatap saat terik, sendu
Jemari proposional itu menyentuh
Namun berhasil ku tapis halus
Sepertinya saat itu
Ingin bersenandung diriku
Anganku anganmu
Atau senandung pamit milik Tulus

Tak ada lagi kalimat penjelas
Tak ada lagi tawa lepas
Tak ada lagi gurau hangat
Tak ada lagi sorot sumringah

1 Mei 2018-26 Juni 2018


PRIORITAS? KECEWA. (versi asli non-cetak)
Oleh Margaretta PD

Aku penat dibuai kata
Merayu, merajuk, merajam
Merusak pendengaran
Hatiku pun ikut terbelah
Kata-katamu semanis gula
Perilakumu laksana raja
Memerintah sini-sana
Seenaknya bertingkah
Air mata dimana-mana
Apa kau sadar?
Katanya kami prioritas
Iya, saya dan hati saya
Tapi mana?
Terlantar yang ada
Terbuang di pinggir jalan
Semoga disudikan pejalan
Untuk memungut hati kita
Mungkin akan berjumpa
Mungkin tidak
Biar waktu menjawab.
Selamat tinggal..

20 November 2018


5 CM
Oleh Margaretta PD

Ini yang kusukai:
Mendekatkan ragamu sejarak 5cm
Dari indra penciumanku
Menghirup aroma khas
Yang kau produksi
Lekat-lekat, mendalam
Dalam waktu yang lama

28 Desember 2018

Hati yang Rumit
Oleh Margaretta PD

Cit cit cit
Suara nan gemercik
Memenuhi otak dan hati
Sembari membayangkan paras
Menari menari
Sungguh tega nian
Mereka tak mau berhenti.
Selalu membuatku berpikir,
Bagaimana agar dirimu melirik.
Aku yang ada di sini
Tak berhenti mengagumi
Walau tiada arti
Namun terus ku menanti.

Jolotundo, 25 Juni 2019


Fatamorgana (versi musikalisasi bisa dilihat di yt channel Margaretta Puspa)
Oleh Margaretta PD

Mereka bilang ini desa
Kataku ini sorga
Penuh tawa penuh kenang
Penuh asa penuh semangat
Saat sang surya jadi raja
Seluruh angkasa melihat
Meresmikan sebuah perlombaan
Di antara peluh: siapa yang paling cepat
Untuk kembali ke tanah.
Dengan bermandi cahaya
Berselempang semangat
Terus bekerja, itu tekadnya.
Senja kini tiba
Diiringi jingga yang mesra
Membawa mereka dalam balutan hangat
Serta hati yang membara
Detik tak henti berjalan, melupakan rasa
Kami sibuk mengirim asa
Lalu mereka memilih pulang,
Bercerita pada ibu, bapak
Tentang kenangan langkah bersama
yang kini perlahan hilang, lenyap.

Nganjuk, 27 Juni 2019.


TEKAD
Oleh Margaretta Puspa Dewi

Indonesia
Tanah dimana aku dilahirkan
Bumi pertiwi subur merekah
Mentari melalang buana
Temani hari-hari pekerja

Tanah ini
Tanah yang kan ku jaga
Tanah yang kan ku rawat
Sampai akhir hayat

PERJUANGAN
Oleh Margaretta Puspa Dewi

17 Agustus 1945
Telah hampir 74 tahun usia
Namun masih tercium semerbak
Gelora semangat yang meluap-luap
Namun, kini...
Apa yang bisa kita lakukan?
Ingat!! Cinta mu bukan dari pedang kawan!
Bukan pula dari runcing bambu
Tapi belajar dan menambah pengetahuan
Tuk majukan bangsa Indonesia!
Jangan malas!!
Jangan menyerah!!
Merdeka!!!

AKU ANAK INDONESIA
Oleh Margaretta Puspa Dewi

Tanah air ku Indonesia
Beribu pulau ada di sini

Aku anak Indonesia
Nusa dan bangsa ada di pundakku
Aku anak Indonesia
Darahku teralir negeri ini
Aku anak Indonesia
Mengibarkan saka di hatiku
Aku anak Indonesia
Kan ku jaga Ibu Pertiwi
Aku anak Indonesia
Merdeka atau mati!

IBU PERTIWI
Oleh Sholikhatul Munawaroh

Ibu pertiwi selalu ku cintai
Beragam macam ada di sini
Ibu pertiwi yang selalu ada

Aku berterima kasih pada Tuhan
Aku lahir di ibu pertiwi
Tanah yang penuh syukur
Tanah dengan beragam manfaat
Ibu pertiwi yang ku cintai

Nganjuk, 21 Juni 2019


Mimpi di Tengah Siang
Oleh Margaretta PD

Aku sesak didesak realita
Ingin berlari tapi tidak
Meniup nyata, diam pada angan
Mantra mantra mantra
Andaikan ada
Ingin kuucap
Abracadabra
Kau jadi milikku, selamanya.

3 September 2019


(Kembali) Seperti Semula
Oleh Margaretta PD

Dan kini
Kami
Menjadi asing kembali

Seperti semula
Menapaki jalan hidup masing-masing
Seperti semula
Kami kembali menjadi dua insan muda:
Yang meneguk soda
Dengan mata berbinar
Melali
Mencari
Berpencar

12 Januari 2019


23.23
Oleh Margaretta PD

Makin malam,
pembicaraan kita makin filosofis, sayang.
Berbicara tentang cuaca,
harimu yang melelahkan,
juga tentang tengkukmu yang penat minta dipijat.
Semoga alunan iringan malam ini tak luput dari ingat
kita di masa depan
dan malam-malam ini menjadi sebuah lagu
walau dengan ritme berulang,
namun ku dambakan agar selamanya
begini adanya.

Surabaya, 9 November 2018


PUISI UNTUK SANG ASING
Oleh Margaretta PD

Ingin rasa segera menulis, agar cerita tak tergerus hari
Biarkan granit ini bicara:
Diam,
Lurus ke depan,
Terhentak, dada meluap, berakhir terpesona.
Teringat pertemuan singkat
Adegan pengalihan andil oleh semesta secara tiba-tiba
Raksasa!
Berkeliaran seenaknya, mengusap, sarat sosok manja.
Berulang-ulang, sesuka-suka
Lugunya, yang dirasa hanya nikmat
Sayangnya lidah tak berani berucap
terlalu kelu untuk sebuah penyambutan.
"Wah sangat pas!" ucap semesta
Lampu kini berakting, menyamar
Aku memilih diam, mengikuti petunjuk alam
Baru saja makhluk malam memulai pesta,
tapi yang kau kata 'sampai jumpa'
Sambil mengenakan seragam raya,
dan tak lupa mendekap, hangat.
Sebelum akhirnya menjauh dan menghilang di ujung jalan.

Surabaya, 3 September 2019


Untuk menghargai penulis, mohon cantumkan sumber saat mengutip. Terima kasih, Tuhan memberkati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku (Cerpen)

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Antologi Puisi (Bagian 5)