Postingan

Menampilkan postingan dengan label Fiksi

Buku (Cerpen)

Buku Aku menghela napas panjang. Menuntaskan buku setebal ini merupakan hal yang tak pernah mudah. Kuambil botol yang kubawa dari rumah. Kuteguk beberapa kali hingga kerongkonganku lega. Kuletakkan kembali buku tebal ini di samping kananku.             Sore ini, suasana danau begitu menyenangkan. Air danau berkilau keemasan akibat semburat mentari sore. Beberapa daun jatuh terdorong angin syahdu yang semilir. Ada satu-dua keluarga bebek yang berenang tenang. Aku melihat hal-hal kecil ini dan merasa bersyukur.             Kadang dalam hidup, kita terlalu fokus pada hal-hal yang tidak dalam gapaian kita. Fokus pada hal-hal yang besar dan tinggi. Namun, melupakan hal-hal kecil yang harusnya kita syukuri. Seperti sore ini. Aku menyadari, aku terlalu fokus pada hal-hal yang tidak dalam jangkauanku, aku fokus pada hal-hal yang tidak bisa kumiliki.             Aku menghela napas panjang lagi. Kuintip sampul buku tebal ini. Nampak dua insan sedang saling melempar senyum tengah mengenakan serag

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Awal mula kisah ini dimulai dari pertemuan terakhir Rani dengan pria bernama Rino. Entah apa yang dikatan Rino saat itu, namun semenjak itu, Rani menutup kedua matanya dengan kain yang diikat rapat. Konon katanya, Rani membiasakan diri untuk substitusi indra visualnya dengan indra lain miliknya: pendengaran, penciuman, dan peraba.   Setelah 2 tahun kejadian itu, tetangga-tetangga di sekitarnya menanyakan kemampuannya yang makin terkenal. Rani pun diundang ke acara yang menaikkan ketenarannya. “Hal apa yang membuat Anda nyaman melakukan seperti ini?” Rani tersenyum dan menjawab bahwa dia bangga karena sejak kejadian itu, dia tak pernah menangis. “Bagaimana bisa? Apakah Anda tidak mendengar cerita teman Anda? Lagu sedih? Film yang mengharukan?” Rani menggelengkan kepala, dia menjawab dia tak jarang menikmati tontonan yang ditanyakan pewara.   Hasil undangan di acara-acara populer itu membawa perubahan yang baik baginya. Hidupnya jadi lebih mapan. Setidaknya itu yang dilihat orang. Bebera

Pertemuan (Cerpen)

  Pertemuan Oleh Margaretta Puspa Dewi   Aku bergeming menatap layar putih di laptopku, entah sudah berapa lama—tak sadar. Aku terhanyut dengan riuh renyah perbincangan kerumunan orang di kafe ini. Memandang belasan, salah, puluhan orang berlalu lalang. Laju yang tiada henti. Ditambah lagi instrumen jazz yang menenangkan, yang diputar oleh barista kafe. Kopiku yang awalnya memang tak manis menjadi hambar karena es batunya telah mencair diluluh waktu. Brownis cokelat hangatku pun telah ikut dingin seperti perasaanku padanya. Malam itu kami bertengkar hebat. Tangisku membuncah saat intonasi tinggi keluar dari mulutnya. Bukannya kelembutan yang menenangkan, yang kudapat malahan amarah yang membara. Dua jam sudah kami berkeliling tak tentu arah. Niat kami menyelesaikan masalah, tapi yang ada hanya keheningan.  Selalu seperti ini , pekikku dalam hati. Aku hanya bisa berprasah membuang waktuku sia-sia seperti ini. Waktu terbuang, uang terbuang, tenaga terbuang—sia-sia. Tiga minggu lagi tahun

Cerbung Hai! (Episode 1)

Gambar
  Hai! Cerbung (cerita bersambung) oleh Margaretta Puspa Dewi Eps. 1: Berhati-hati   Aku melangkahkan kaki menuju ruangan serba putih. Tepat di depanku. Dingin dan sangat hening. Ku rasa dia menurunkan suhunya hingga ke suhu terendah. Sungguh, dingin sekali. Aku mengeratkan syal yang kugunakan, merapikan jaket yang kupakai. Aku memantapkan diri untuk duduk di sana untuk kesekian kalinya. Padahal ini bukan yang pertama, tapi hatiku tetap belum bisa menerima keadaan dan kehidupanku ini.   “Selamat pagi. Silakan masuk.” Bu Vanda menyambutku dengan ceria, seperti biasa. Aku tidak menjawab. Aku hanya tersenyum, menaikan alis, dan menghela sedikit napas sebagai tanda rasa terima kasih telah disambut hangat.  “Bagaimana kabarmu?” “Sehat terima kasih,” aku mengambil air mineral yang disajikan di depanku. “Hey, what’s news? Ada perkembangan apa dari sesi yang lalu?,” dia mengernyitkan alis.   Sesi tak berlangsung lama kali ini. Selepas sesi yang kurasa tak ada kemajuan ini, aku ingin minum kopi

Photobox (Sebuah Cerpen)

Gambar
  Sumber: dokumentasi pribadi “Ayo cepet! Keburu hujannya makin deras!” Tanpa bicara, Citra dengan cekatan meraih tangan Endra yang melangkah cepat di depannya. Setelah melewati beberapa kubangan, akhirnya mereka berhasil berdiri di bawah naungan atap toko kelontong. “Kayanya nggak jadi lagi deh ini ya?” mata Citra harap-harap cemas menatap Endra. Seolah memberi kode bahwa Endra harus tetap optimis agar semangat Citra tidak pupus. Endra melihat Citra sekilas kemudian melihat ke arah jam tangannya. “Dilihat aja dulu,” Siang tadi Citra merengek ketiga kalinya untuk photobox bersama Endra. Sudah dua kali ia meminta agar Endra datang tepat waktu saat kencan. Sayangnya si Endra selalu datang terlambat. Jangan salahkan jalanan kota yang macet, tapi sistem jadwal yang molor sudah mendarah daging dalam tubuh Endra. Hal itulah yang membuat mereka berdua gagal photobox dua kali. Sore itu, Citra sudah optimis kalau Endra bisa pulang kerja tepat waktu dan segera menjemputnya. Tapi se

Antologi Puisi (Bagian 5)

Halooo, sudah lama, nih, aku nggak update tentang puisi. Hehe. Malam ini lagi hujan, lagi mood banget buat unggah puisi-puisi di gawaiku (biar tidak sekadar jadi draft, xixi). Langsung aja ke puisinya.. Pertanyaan Bila jalan berakhir buntu Lalu mengapa gerbang indah yang kau suguh? 1 November 2020 Mimpi Tinggimu sepadan langit Raih bisa dengan tulang terberai gapai aku di dasar bumi Bertemu kita di ujung pagi. Berpijak tanah saling bertaut, berbincang gurai di akhir hari- sambil minum secangkir kopi. Ah.. Ternyata semua ini hanya mimpi. Hahahaha. 30 Oktober 2020 22.54 WIB Boleh Kusebut Kau 'Amin'? Kubiarkan pertemuan itu ada (lagi) Kubiarkan semua sempat jadi terbang Asal jangan yang satu ini. Kubiarkan semua romansa hanyut bersama air Asal jangan yang satu ini. Jutaan air yang jatuh dari pelupuk mata tak buatku jengah Kubiarkan pertemuan itu ada (lagi)! Kau jadikan aku tawanan Tak masalah, selama kamu yang menahan. Kubiarkan pertemuan itu ada (lagi)! Kubiarkan hatiku jatuh lag

DIA (Sebuah Cerpen)

Gambar
  Dia Oleh Margaretta Puspa Dewi   Dia menceritakannya begitu sederhana. Begitu alami dan mudah dipahami. Mengalir layaknya air yang menurut pada aliran arus. Tapi begitu melekat hingga tak pernah terlupakan. Pria itu berbadan jangkung. Tubuhnya gemuk tapi tidak gendut, sedikit kurus. Ya, tubuhnya proposional dengan badan jangkungnya. Kira-kira 190 cm dengan massa badan 90 kg. kulitnya putih tapi masih masuk akal untuk ukuran kulit orang Jawa. Rambutnya lurus ke samping. Dipotong biasa saja, tidak neko-neko . Parasnya elok tapi ya.. tidak seperti artis yang biasanya muncul di televisi. Tapi setidaknya bila kamu menggandengnya ke kondangan, orang-orang akan berbisik bahwa pria itu tampan. Siapa dia? Tiba-tiba datang tanpa petunjuk. Membuat hari-hariku berantakan. Pagi ini ia menjemputku di depan rumah. Dengan sepeda supra kesayangannya dan helm putih yang sudah agak kecoklatan karena terlalu sering dipakai. Ia memencet bel rumahku. Kebetulan Ayah baru jogging keliling komplek

BEBAS (Sebuah Cerpen)

Gambar
    Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun Clara.. Selamat ulang tahun.. Namanya Clara Fradella. Dan pada tanggal 28 Mei 2020, ia merayakan ulang tahunnya yang ke-20. Menginjak kepala dua adalah impiannya sejak lama. Ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar, ia memiliki keinginan yang kuat untuk segera menginjak kepala dua. Setiap ia meniup lilin di perayaan ulang tahunnya, ia hanya minta ingin mempercepat waktu agar ia segera sampai di umur 20. Menurutnya, kepala dua adalah umur kebebasan. Umur dimana ia bisa melakukan segala sesuatu yang ia senangi. Tapi masakkan dia harus ulang tahun dua kali dalam setahun agar segera mencapai umur tersebut? konyol. Pagi ini ia duduk di bangku ayunan belakang rumah. Di tangan kanannya memegang segelas jus jambu segar buatan Bi Cucun. Ia melamun sambil tersenyum, mengingat kembali perayaan ulang tahunnya yang ke-20. Walaupun perayaan itu sudah lewat beberapa bulan, tapi tetap saja, momen itu masih menjadi momen p