Dinamika Kepribadian “Gunarto” dalam Naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail



Dinamika Kepribadian “Gunarto” dalam Naskah Ayahku Pulang karya Usmar Ismail


          Karya sastra diciptakan untuk menyajikan apa yang baik dan buruk tentang kehidupan; ilustrasi kehidupan sosial sebagai gambaran realitas yang ada, dan bisa juga tentang psikologi manusia. Satu sisi yang wajib ada pada setiap penyajian karya sastra adalah sisi psikologi manusia, atau dalam konteks ini yaitu sisi psikologi setiap tokoh. Hal itu dibuktikan dengan dijadikannya ‘manusia’ dengan semua yang dimilikinya sebagai subjek dan bumbu permasalahan dalam sebuah karya sastra.

          Karya sastra, atau sastra (Sanskerta: shastra) sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Pendapat lain menyatakan definisi sastra menurut Ahmad Badrun yaitu kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alat, dan bersifat imajinatif. Pendapat yang kedua berasal dari Semi (1988: 8) bahwa Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dan pendapat  yang ketiga merupakan pendapat dari Taum (1997: 13) Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”. Dari semua pendapat yang telah ditulis, bisa disimpulkan yaitu karya yang bersifat imajinatif yang menjadi symbol hal-hal lain. Karya sastra memiliki ragam bentuk seperti, puisi, cerpen, novel, naskah drama. Karya sastra yang paling dominan menonjolkan sisi psikologi manusia adalah naskah drama. Hal itu disebabkan isi dari naskah drama adalah dialog, dialog berarti percakapan antara dua tokoh atau lebih (KBBI edisi V). Dalam dialog itu lah tersirat bahkan tersurat sisi psikologi setiap tokoh. Salah satu naskah drama yang menonjolkan sisi psikologi manusia adalah naskah drama karya Usmar Ismail yang berjudul Ayahku Pulang. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori psikoanalisis milik Sigmund Freud sebagai landasan analisis psikologi kepribadian tokoh Gunarto dalam naskah Ayahku Pulang.

          Penelitian psikoanalisis atau analisis psikologi kepribadian seseorang pernah dikaji oleh Sigmund Freud yang membahas mengenai struktur kepribadian manusia. Struktur kepribadian manusia menurut Sigmund Freud dibagi menjadi tiga bagian yakni Id, Ego, dan Superego.

          Berlandaskan teori kepribadian oleh Sigmund Freud bahwasannya terdapat tiga jenis wilayah pada pikiran yang mempengaruhi sebuah kepribadian atau psikologis seseorang: Id, Ego, dan Superego. Hal-hal yang mempengaruhi Id, Ego, dan Superego dijelaskan oleh Freud pada ranah Dinamika Kepribadian.

Dinamika kepribadian adalah kondisi kepribadian yang dinamis yang disebabkan oleh beberapa faktor. Freud mengusulkan adanya dinamika kepribadian karena keyakinan bahwa setiap manusia memiliki motivasi untuk mendorongnya melakukan suatu tindakan.

          Dalam naskah drama berjudul Ayahku Pulang karya Usmar Ismail terdapat beberapa tokoh yaitu Ibu, Raden Saleh, Gunarto, Maimun, Mintarsih, dan Tina. Tokoh yang paling menonjol dari sisi psikologi adalah Gunarto. Dikatakan paling menonjol sebab kuantitas dialog Gunarto paling banyak daripada jumlah dialog tokoh lain. Selain itu andil yang diberikan Gunarto pada kehidupan cerita cukup besar.

          Gunarto diceritakan sebagai abang (kakak laki-laki) dari dua adik perempuannya. Ia lahir dari keluarga yang bahagia namun ketika ia berada di masa pencarian jati diri yang seharusnya penuh dengan kasih sayang orangtua, pada realitasnya ia ditelantarkan oleh ayahnya atau Raden Saleh. Dituliskan oleh Ismail bahwa saat malam takbir Ramadhan kala Gunarto berumur 8 tahun, Raden Saleh meninggalkan rumahnya. Setelah itu Gunarto belajar menjadi lelaki dewasa yang berusaha menafkahi ibu dan adik-adiknya sebagai budak suruhan.

Dinamika Kepribadian Gunarto

          Dinamika kepribadian menurut Freud terbagi menjadi tiga yaitu, insting, kecemasan, dan mekanisme pertahanan. Dinamika kepribadian tersebut juga ada pada kepribadian Gunarto.

A. Insting

Freud menjabarkan lebih rinci terkait insting. Insting menurut Freud dibagi menjadi dua, insting hidup dan insting mati. Insting hidup (eros) merupakan insting yang mendorong sebuah usaha (survival) dan reproduksi. Upaya yang mendorong insting ini adalah rasa haus, lapar, dan seks. Kedua, insting mati (destruktif). Insting mati juga disebut sebagai insting merusak. Aktivitas konkret dari insting mati adalah menggigit, mengunyah (dalam konteks makan).

Dalam dialog Gunarto terdapat insting hidup dalam kepribadiannya, dinyatakan sebagai berikut:

Gunarto (sikapnya dingin, namun keras)

Ibu seorang perempuan. Waktu aku kecil dulu, aku pernah menangis di pangkuan Ibu karena lapar, dingin, dan penyakitan, … .

Insting hidup Gunarto yang memberi ia motivasi kuat untuk survive, dinyatakan dalam dialog berikut.

Gunarto (sikapnya dingin, namun keras)

… Aku berteriak kepada dunia, aku tidak butuh pertolongan orang lain… .

B. Kecemasan

Kecemasan (anxiety) merupakan fungsi ego untuk memperingatkan individu tersebut tentang kemungkinan adanya bahaya yang dating sehingga nantinya individu tersebut dapat memberi reaksi yang sesuai. Kecemasan dibedakan menjadi tiga, kecemasan realistis yaitu kecemasan terhadap bahaya nyata (konkret), lalu kecemasan neurotis yaitu kecemasan tentang hukuman dan figur yang  bersifat khayalan. Ketiga, kecemasan moral, yaitu kecemasan yang timbul dari kebimbangan kata hati dan bila terdapat pelanggaran standar nilai.

Dalam dialog Gunarto terdapat beberapa kecemasan

1.      Kecemasan Realistis

GUNARTO (Kaget)

Aku kawin,Bu?? Belum bisa aku memikirkan kesenangan untuk diriku sendiri sekarang ini, Bu. Sebelum saudara-saudaraku senang dan Ibu ikut mengecap kebahagiaan atas jerih payahku nanti Bu.

Dalam dialog tersebut tersirat makna implisit yakni Gunarto sebagai abang memiliki kecemasan terkait masa depan adik-adiknya.

GUNARTO

Sudahlah Bu. Buat apa mengulang kaji lama?

 

Dalam dialog tersebut tersirat sebuah kecemasan Gunarto akan keadaan lama yang memiliki kemungkinan terulang kembali apabila sang Ibu terus membicarakan masa lalu.

GUNARTO

Maimun kembali!

 

Dalam dialog tersebut terdapat makna implisit yakni Gunarto memiliki kecemasan apabila sang adik mengikuti ayahnya untuk pergi dari rumah.

2.      Kecemasan Neurotis

GUNARTO

Ah, tidak mungkin dia ada disini....

 

          Dalam dialog Gunarto tersebut mengandung sebuah kecemasan apabila sosok Raden Saleh dating lagi dalam kehidupannya. Ia cemas karena ia takut akan terjadi kegoncangan perasaan dalam anggota keluarganya.

 

3.      Kecemasan Moral

GUNARTO (memandang adiknya)

Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa. Mengapa kalian menyalahkan aku saja?

 

          Dalam dialog tersebut mengandung kecemasan bahwa Gunarto disalahkan oleh adik-adiknya sebab perbuatannya yang kasar kepada ayahnya.

 

GUNARTO

Lalu Ayah? Bagaimana dengan Ayah? Dimana Ayah?

 

GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah ayahnya. Tampak menyesal)

          Dari dua dialog yang dilakukan oleh Gunarto, ia merasa cemas sebab merasa telah membunuh ayahnya sendiri oleh karena kata-katanya. Membuat orang lain bunuh diri adalah salah satu pelanggaran standar norma.

C. Mekanisme Pertahanan Ego

           Mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) disebutkan Freud sebagai strategi yang digunakan oleh individu untuk mengurangi kecemasan-kecemasan yang menekan Id, Ego, dan Superego. Mekanisme pertahanan dibeda-bedakan menjadi beberapa jenis yakni, Identifikasi (dengan cara meniru), Pemindahan atau Reaksi Kompromi yaitu mengganti kepuasan. Kompromi dibagi menjadi tiga, sublimasi (hasil kompromi lebih tinggi, dan dapat diterima), subtitusi (kepuasan yang diperoleh mirip kepuasan khayal), dan kompensasi (karena gagal mendapatkan kepuasan maka mengganti kepuasan yang lain. Selanjutnya adalah Represi, represi merupakan kekuatan yang diperoleh untuk ego agar segala kecemasan dapat hilang. Lalu Fiksasi dan Regresi yaitu pola pikir merasa aman dan puas pada suatu titik tertentu. Kemudian Proyeksi yaitu pola pertahanan dengan melemparkan kecemasan neurotis dan moral menjadi kecemasan realistis, dengan kata lain dapat mengurangi rasa cemas dalam diri seseorang. Lalu Introyeksi, introyeksi adalah mekanisme pertahanan yang menyatukan ego dengan faktor eksternal sehingga meningkatkan nilai positif dalam dirinya. Mekanisme pertahanan yang terakhir adalah Pembentukan Reaksi. Pembentukan reaksi yaitu mekanisme dengan cara mengubah impuls kecemasan menjadi impuls yang menimbulkan rasa tenang.

Dalam dialog Gunarto hanya ada beberapa mekanisme pertahanan yang ia gunakan.

1.      Mekanisme Identifikasi

 

GUNARTO (Diam Berfikir, Kemudian Kesal)

Semua ini adalah karena ulah Ayah! Hingga Mintarsih harus menderita pula! Sejak kecil Mintarsih sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Tapi kita harus mengatasi kesulitan ini,Bu! Harus! Ini kewajibanku sebagai abangnya, aku harus lebih keras lagi berusaha!

GUNARTO (Kesal)

Ya! Tapi anaknya makan lumpur!

 

GUNARTO

Maimun! Kapan kau mempunyai seorang Ayah!

 

GUNARTO (bicara perlahan tapi pahit)

Kami tidak mempunyai Ayah, Bu. Kapan kami mempunyai seorang Ayah?

 

GUNARTO

Kami tidak mempunyai seorang Ayah kataku. Kalau kami mempunyai Ayah, lalu apa perlunya kami membanting tulang selama ini?

GUNARTO

Maimun! Apa pernah kau menerima pertolongan dari orang tua seperti ini? Aku pernah menerima tamparan dan tendangan juga pukulan dari dia dulu! Tapi sebiji djarahpun, tak pernah aku menerima apa-apa dari dia!

 

 

          Beberapa dialog Gunarto tersebut termasuk dalam mekanisme pertahanan identifikasi sebab akar Gunarto dapat mengatakan dan melakukan hal tersebut yaitu meniru tindakan ayahnya yang semena-mena meninggalkan keluarga semasa kecilnya. Selain itu upaya melalui verbal yang dilakukan oleh Gunarto termasuk upaya meredakan ketegangan dalam dirinya.

 

2.      Mekanisme Pertahanan Kompromi

 

GUNARTO

Apa salahnya, Bu? Mereka uangnya banyak!

GUNARTO (Coba Menghibur Ibu)

Tapi kalau bisa kedua-duanya sekaligus,Bu? Ada harta ada budi.

GUNARTO (marah, dengan cepat)

Jangan kau membela dia! Ingat, siapa yang membesarkan kau! Kau lupa! Akulah yang membiayaimu selama ini dari penghasilanku sebagai kuli dan kacung suruhan! Ayahmu yang sebenar-benarnya adalah aku!

GUNARTO

Kau ikut pula membela-bela dia! Sedangkan untuk kau, aku juga yang bertindak menjadi Ayahmu selama ini! Baiklah, peliharalah orang itu jika memang kalian cinta kepadanya! Mungkin kau tidak merasakan dulu pahit getirnya hidup karena kita tidak punya seorang Ayah. Tapi sudahlah, demi kebahagiaan saudara-saudaraku, jangan sampai menderita seperti aku ini.

          Dialog-dialog di atas merupakan mekanisme pertahanan jenis kompromi yang dilakukan oleh Gunarto. Dikatakan sebagai mekanisme pertahanan kompromi karena dalam dialog-dialog tersebut mengandung upaya menggantikan kepuasan yang belum digapai oleh Gunarto dengan kepuasan yang lain.

          Dari dinamika kepribadian Gunarto yang telah dipaparkan, telah jelas bahwa setiap manusia memiliki dinamika dalam kepribadian juga dalam kehidupannya. Dikatakan sebagai dinamika kepribadian yang baik apabila individu dapat menyeimbangkan setiap wilayah pemikiran dalam dirinya.

Margaretta, 20 Maret 2020.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

KBBI edisi V

Psikoanalisis Sigmund Freud

Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar ilmu sastra : (Teori sastra) untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas. Surabaya : Usaha Nasional.

Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.

Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Haryanti, Nofita Endah, and Ali Imron Al-Ma’rufM Hum. Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMP (Kajian Psikologi Sastra). Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku (Cerpen)

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Antologi Puisi (Bagian 5)