Sebuah Ingatan Kecil tentang 2020

 

Tahun akan selalu berjalan. Setiap tahun tetap 12 bulan. Begitu juga dengan tahun 2020. Tentu, seperti tahun sebelumnya, kita juga mempersiapkan resolusi saat menyambut datangnya 2020. Bukankah begitu? Rasanya senang, walau pada akhir 2019, terdengar kabar yang kurang mengenakkan dari negara tirai bambu, ya, Covid-19 muncul.

Awalnya, kemunculan Covid-19 tidak menjadi permasalahan yang menghambat pergantian tahun. Pada saat perayaan tahun baru, aku ingat, aku berada di ibu kota Indonesia. Aku dan keluargaku mempersiapkan diri dan berangkat kesana pada tanggal 29 Desember dan akan pulang pada tanggal 2 Januari. Rasanya, saat di bandara hendak berangkat, di kepala sudah ada bermacam skenario yang akan direalisasikan. Indah sekali. Pasti menyenangkan. Setibanya di Jakarta, kami disambut gerimis hujan. Gerimis itu pun mengantar kami hingga ke hotel.

Liburan yang menyenangkan. Kami pergi ke Bogor, jalan-jalan ke kantor kakak, keliling Monas, dan tak lupa, kami merayakan malam pergantian tahun di bundaran HI. Biasanya kami hanya bisa melihat megahnya perayaan tahun baru melalui kanal televisi dari rumah. Ada perasaan senang ketika kami melaju dengan taxi yang mengantar kami ke Bundaran HI. Bagaimana ya euforia acara tahun baru di sana? Akan ada siapa saja ya? Perutku sudah penuh dengan kupu-kupu.

Taxi kami tiba di Plaza Indonesia. Disambut kembali oleh rintik hujan. Terlihat banyak raut wajah letih. Ada yang berteduh di bawah payung, ada anak-anak yang menjadi ojek payung, ada yang (sepertinya) menunggu transportasi online, dan ada yang letih karena harus berjalan lagi menuju sumber suara keramaian. Pemandangan ini menurunkan ekspetasiku satu tingkat.

Kami harus berjalan lagi. Aku ingat kami tidak siap dengan payung atau pun jas hujan. Semakin dekat dengan sumber suara, hujan semakin deras pula. Tak hanya itu, jalanan begitu ramai dan padat. Aku ingat bagaimana tubuhku sudah sangat lelah tapi kami harus berjalan melewati berbagai orang jualan. Di bawah tenda-tenda. Aku melihat, ada yang tetap santai makan dengan pacar atau keluarganya di bawah hujan. Aku yang hanya melihat merasa sangat risih. Kenapa? Sungguh. Suasana yang tidak pernah terbayang di skenarioku saat keberangkatan. Gelap, hujan, tanpa pelindung, berdesak-desakan. Kadang kami juga didorong oleh orang-orang berbadan lebih besar karena mereka (terlihat) terburu-buru.

Pada tanggal 2 Januari pagi, kami sudah selesai berkemas. Kami tak sabar ingin segera pulang. Hehe iya, baru lima hari rasanya sudah homesick. Pagi itu Bapak dengan secangkir teh panas, Mama masih sibuk beberes, dan aku bermain ponsel di atas kasur. Kami menyalakan televisi. Betapa terkejutnya kami bahwa lapangan bandara HLP banjir dan pihak bandara belum bisa memastikan kapan lapangan tersebut dapat beroperasi kembali. Hal ini membuatku harus kembali menurunkan ekspetasiku. Tapi puji Tuhan, pihak bandara bertanggung jawab dengan mengantar seluruh penumpang bandara HLP menuju CGK saat sore hari. Sebelum itu terjadi, ada kejadian menarik. Di bandara HLP sudah sesak dengan orang-orang yang mengantre meminta pertanggungjawaban. Ada yang reschedule, ada pula yang refund. Bila dihitung panjang antreannya, mungkin ada hingga 20 meter. Pada saat itu, bandara juga kedatangan banyak reporter dari berbagai kanal TV. Mama yang tahu akan situasi itu mencoba berdiri di antara kerumunan. Alhasil mama masuk berbagai kanal TV. Sedangkan aku dan kakak tengah asik diajak ngobrol oleh tentara-tentara muda yang bertugas.

Maaf bila tulisan ini akan menjadi panjang dan membosankan. Sungguh aku hanya ingin menuliskannya dan mungkin akan menjadi tulisan yang kucari bila aku ingin mengingat kembali hal-hal apa saja yang terjadi di tahun 2020.

Sekembalinya aku dari ibu kota, aku tak diam di rumah. jadwal liburan selanjutnya telah menunggu. Kali ini pergi ke Tulungagung bersama beberapa kawan SMA ku. Kami naik kereta ekonomi. Aku, Isah, Tan, dan Ain menunggu di stasiun. Sedangkan Lili dan Eca berangkat pada hari berikutnya. Kami ke Tulungagung tidak sepenuhnya liburan. Kami hendak mengunjungi teman kami, Zayu. Ia baru saja berduka waktu itu, jadi kami mengunjunginya. Ya tapi namanya juga anak muda, kami juga sekalian liburan di sana. Hehe.

Perjalanan ini adalah kali kedua aku ke Tulungagung. Kami pergi ke beberapa pantai. Sungguh sangat terasa berbeda. Beberapa pantai di TA sudah berubah seperti pantai di Bali (ada bar dan penginapan dekat pantai). Namun tetap, Pantai Sine juaranya. Debuaran ombak yang syahdu serta lahan hijau di sebelah kiri selalu membuatku terpesona. Kalau kamu ada rencana pergi ke Pantai Sine, kusarankan jangan tidur saat perjalanan. Kamu takkan bosan karena dimanjakan dengan suasana alam yang tak bisa kamu temui di kota.

Bulan Februari, aku kembali ke kota Surabaya untuk mencari ilmu. Senang sekali pada bulan tersebut aku dimandati untuk menjadi MC acara penutupan Summer Course Mahasiswa Hankuk University. Aku belum pernah bertemu dengan orang Korea dalam jumlah banyak. Rasanya menyenangkan. Tak hanya itu, mereka juga berlatih tarian tradisional Indonesia sebagai pengisi acara.

Pada bulan Februari pula aku kembali menginjakkan kaki ke Ibu Kota Indonesia. Yaps, Jakarta. Kali ini bukan untuk liburan, aku sungguh merasa terhormat karena diundang oleh ketua komunitas sastra Jakarta untuk menghadiri launching buku salah satu anggota komunitas. Tentu saja, aku dan kakak juga mengisi waktu dengan keliling Jakarta. Saat itu, kami pergi ke Jakarta Barat. Ke mall. Hehe. Kami juga mengunjungi NDC Church. Haha, aku juga ingat waktu itu aku hampir seharian di kantor PNS. Dan lugunya aku bilang dalam hati “Oh ini kantor PNS. Mereka terlihat lebih santai dari yang kupikirkan ternyata,”.

Aku mengisi bulan Maret dengan hal yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Lomba debat. Aku memang sering debat, tapi sebatas debat kusir. Saat itu tim kami: aku, Farida, dan Itta, hanya mencoba mencari materi sebanyak mungkin dan berlatih berargumentasi dengan diberi durasi. Puji Tuhan, latihan kami yang singat mengantar kami menjadi juara 1 pada tingkat fakultas. Anehnya, kenapa ya bukan tim kami yang maju di tingkat universitas? Aneh.

Jujur saja, pada tahun 2020 aku berusaha mengisi hari-hari dengan bermacam kesibukkan. Aku baru saja patah hati dan aku tidak mau terlarut di dalamnya. Berbelok sedikit ke masalah percintaan. Aku jatuh bangun dalam emosi percintaan. Seperti lagu BCL, banyak cinta yang datang mendekat, ku menolak. Itu semua karena ku cinta kau. Kau. Entah kau-nya siapa. Hahaha. Aku pun tak tahu. Banyak lelaki yang datang, ku kira aku senang, betulan senang. Ternyata itu hanya emosi sesaat. Aku hampir kembali dengan mantan yang paling aku hargai. Tapi puji Tuhan kami memilih keputusan yang tepat, yakni tidak kembali. Lama-lama, aku jadi jenuh bila didekati pria. Seperti, “aku pengen punya pacar, tapi kalau ada yang deket aku gamau”. Paham kan? Aneh tapi nyata. Akhirnya aku memilih sendiri bukan karena aku ingin, ya karena belum ada yang bisa meyakinkan aku saja. Rasanya aku trauma, takut jatuh lagi. How can I love when I am afraid to fall?

Bulan Maret pula dikeluarkannya SE bahwa sekolah maupun kuliah harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Aku ingat kampus mengeluarkan SE itu sehari setelah kelas kami kuliah di Pacet selama dua hari. Di Pacet ada momen yang selalu ku ingat. Aku berani mengungkapkan kemarahanku dan kami berhasil berbaikan (satu kelas). Malam yang dingin itu diisi oleh air mata dan jagung bakar serta susu sapi hangat. Oiya, dan juga iringan lagu-lagu yang digitari Josua.

Selama awal 2020, aku juga bekerja paruh waktu sebagai guru. Saat itu aku mengajar siswi kelas 1 SD dengan kurikulum Cambridge. Susah serta menantang, tapi seru abisss. Terima kasih pula kepada kawanku satu itu, yang tiap malam selalu rela aku curhatin dan aku sambat dengan dia. Terima kasih telah memberi kesan best support system ever.

Ketika awal-awal di rumah, aku sibuk masak. Ya masak sederhana mengikuti tren. Bikin kopi dalgona, pie teflon, dan semacamnya. Sedihnya aku malah glow down saat di rumah aja. Aku ingat aku harus jadi acne fighters selama kurang lebih tiga bulan. Kulitku makin sensitif terhadap makanan pedas, padahal di Surabaya, hampir tiap malam aku makan goreng-gorengan.

Oiya, pada saat itu aku juga ikut tren bermain tiktok. Tapi pada pertengahan 2020 ku uninstall karena sungguh rasanya terpenjara. Ada rasa ketergantungan atau kecanduan.

Ulang tahunku yang ke-20, of course pada tahun 2020, terasa berbeda. Kalau boleh jujur, pada saat itu kali pertamanya banyaakkkk banget yang ngucapin dari pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi kadang karena hal itu aku takut. Aku takut di tahun berikutnya semua orang melupakan. Hehe, childish, tapi itu perasaan jujur.

Tahun 2020 juga membuat aku belajar gitar dan kalimba dengan lebih serius. Tak hanya itu, di tahun 2020 aku berhasil turun 10 kg. dari 68 ke 58 kg dengan olahraga di rumah serta diet sehat. Di tahun 2020 aku juga berhasil menjadi finalis lomba puisi nasional yang diadakan oleh FunBahasa. Aku juga melihat bagaimana ribetnya sesi pre-wedding dan persiapan pernikahan. Tahun 2020 akhirnya aku punya UKM tetap yaitu UKKKP. Aku pernah berposisi menjadi humas Retreat dan mc Welcome Maba. Oiyaaaa, pada tahun 2020 aku juga melahirkan podcast (PODSHAREIT!) dan video youtube yang tembus 1900 viewers.

Aku lupa tepatnya bulan apa, sepertinya sekitar bulan Agustus. Bulan itu aku sangat bersyukur. Aku bisa ikut diskusi internasional yakni East Java Exploration 2020! Bagaimana tidak senang? Ini pertama kalinya aku ikut acara dalam ranah internasional. Tak hanya itu, berita keikutsertaan itu masuk ke laman kampus. Puji Tuhan, salah satu keinginanku tercapai. God is good all the time.

Bulan terakhir di tahun 2020 sangat spesial, menurutku. Puji Tuhan aku dipercaya sebagai ketua di tiga acara yang baru pertama kali diadakan oleh jurusan. Ketiganya adalah acara BIPA. Acara nasional dan internasional. Puji Tuhan. Kebahagiaan tiada tara. Di tahun 2020 juga aku kembali menjadi admin-admin media sosial. Khususnya KPPM GKJW Gempol. Teguran itu selalu terngiang sehingga membuatku, ya, ini adalah gerejaku dan aku juga punya tanggung jawab di dalamnya. “Kalau kamu bisa aktif di kampus, kemampuanmu dibutuhkan banyak orang. Kenapa kamu malah nggak mau berkontribusi di gerejamu sendiri? Terlepas dari kamu kesel sama orang-orangnya. Harusnya kamu yang sudah ngerti keadaan bisa sadar kewajiban kan?”

Terima kasih suka duka yang terjadi di tahun 2020. Terima kasih juga instagram yang membuatku bisa ingat foto momen-momen tahun 2020. Terima kasih untuk setiap orang yang pernah singgah di hidupku pada tahun 2020. You guys mean a lot for me.

13 Januari 2021

Retta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku (Cerpen)

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Antologi Puisi (Bagian 5)