REFLEKSI PASKAH 2021

Paskah tahun 2021 adalah paskah kedua kita harus tetap berada di rumah. Meskipun sudah mulai ada interaksi terbatas, namun belum dapat mengobati kerinduan untuk beribadah bersama secara utuh. Pada kesempatan ini, aku ingin berbagi pengalaman serta kesaksian kebaikan Tuhan dalam hidupku.

H-1 sebelum hari Kamis Putih, aku diutus untuk mengambil bagian pelayanan. Aku menjadi narator di sesi ibadah tersebut. Hari Rabu malam, tim pelayanan berlatih, penuh semangat dan sukacita. Sayangnya rencana manusia bukan rencana Tuhan. Hari Kamis menyambutku dengan beragam kesibukan. Pagi-pagi benar aku harus berangkat KKN untuk mengajar, sedihnya, aku harus pulang terlebih dulu karena akan melanjutkan acara Pilmapres sebagai delegasi jurusan. Ada patah semangat di sana, aku tidak siap. Materi memang sudah ada, namun tanpa latihan? Seriously?

Sepulangnya aku dari KKN, tak lupa aku sambat dan mengekspresikan patah semangatku pada mbah dan mas. Saat itu, mbah langsung mengajakku berdoa. Tidak ada rasa semangat yang timbul setelah aku berdoa, tapi terjadi mujizat di sana. Kepasrahan dan imanku yang percaya bahwa Tuhan tak pernah ingkar, mengantarku pada kelancaran presentasi. Memang tidak menang, tapi setidaknya tidak membuat jurusan malu karena memilihku.

Pilmapres berakhir sekitar pukul 4 sore. Sebelumnya, pada pukul 3 sore, hujan mulai mengguyur. Kupikir fenomena ini adalah hal yang lumrah. Apa yang salah dari turunnya hujan? Ternyata memang ada kesalahan berpikir saat aku meremehkan fenomena hujan ini. Seusainya Pilmapres (dan juga rapat evaluasi bersama Kahima dan delegasi lainnya) aku berlari ke dapur. Di dapur, bukan rasa kenyang yang aku dapat, tapi nampak tumpahan air hujan yang mulai masuk ke lantai. Ok, kupikir ini masih menjadi hal yang lumrah karena, ya memang beberapa kali rumahku kebanjiran ringan pada bagian samping dan dapur.

Hujan tak semakin mereda. Aku diminta mbah untuk berjaga di ruang tamu. Waktu menunjukkan hampir pukul 5, itu berarti orang tuaku segera datang. Kondisi pagar yang terbuka lebar (agar mereka tak perlu turun dari kendaraan dan langsung masuk) membuat mbah merasa was-was. Maka dari itu aku berdiam di ruang tamu untuk memastikan aman. Aku selonjoran sambil bermain gawai. Tak sampai 10 menit, air hujan mulai masuk ke lantai teras rumah. Pertanda buruk!

Aku teriak ke mbah karena mulai panik. Mbah datang dan memintaku untuk segera menaikkan seluruh barang yang ada di lantai (termasuk kasur, karpet, kabel-kabel, dan alat elektronik). Kakiku sempat tertindih alat elektronik yang kuangkat dan sakitnya hingga saat ini (waktu aku menulis tulisan ini). Voila, betapa kagetnya aku bahwa air mulai menerjang masuk ke dalam rumah. Iya, ke dalam rumah. hampir seisi rumah tergenang air. Barang-barang yang dianggap bisa menyerap air segera dipasang di titik-titik masuknya air. Fenomena ini baru pertama kali aku rasakan selama hampir 21 tahun aku tinggal di rumah ini.

Pada saat aku mencoba mindfullness, melihat kenyataan bahwa air masuk dengan deras ke dalam rumah, ada suara (entah pikiran) yang terlintas di benakku, sekarang kamu bingung kan nanti malam mau beribadah apa tidak? Kenapa? Mau membuat alasan bahwa banjir menjadi penyebab penghambar ibadamu? Lalu mengapa kemarin saat semua baik-baik saja kamu memilih malas dan tidak ibadah?

Hatiku sungguh sangat kecut saat meresapi suara itu. Kemudian yang aku lakukan adalah mengucap syukur. Hujan berhenti pada pukul 8 malam. Kami sekeluarga akhirnya harus bekerja bakti untuk membersihkan rumah, malam itu, kami melewatkan dua peristiwa penting: Kamis Putih dan perayaan ulang tahun bapak. Tapi aku sungguh berterima kasih pada Tuhan. Puji Tuhan, Ia masih menegurku dengan lembut, ini tidak seberapa, Tuhan sayang aku, dan Ia ingin aku berbalik. Ini refleksi paskahku. Bagaimana dengan paskahmu?

Pengorbanan-Nya di kayu salib tak boleh dilewatkan dengan sia-sia. Darah-Nya yang tercurah bagi kita, manusia berdosa, harus menjadi berarti—membawa dampak yang luar biasa, yang radikal bagi diri sendiri maupun orang lain. Ia ingin kita menjadi anak-anak yang berbakti kepada Bapa.

 

Bonus konten













 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku (Cerpen)

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Antologi Puisi (Bagian 5)