Si Receh yang (Sering) Dianggap Remeh

 

Si receh terdengar seperti uang recehan bukan? Yup, memang itu poinnya. Kita tentu mengenal uang receh. Uang receh dikenal sebagai uang koin. Di Indonesia sendiri, terdapat beragam nominal uang receh. Paling besar Rp. 1.000,00 dan paling kecil Rp. 100,00.

Sumber: https://www.idntimes.com/business/economy/ita-malau/jangan-sepelekan-recehan-karena-bisa-kendalikan-ekonomi-nasional-lho


Uang tetaplah uang. Sepertinya itu ungkapan yang tepat untuk si receh yang jarang dihargai. Seberapa kecilpun sebuah nominal uang, ia tetaplah uang. Bila kita membeli makanan senilai Rp. 10.000,00 tapi ternyata di dompet hanya Rp. 9.800,00, kita tetap tidak akan bisa membeli makanan tersebut. Namun ternyata, masih banyak orang yang bersikap seolah uang receh tidak berharga.

Berdasarkan pengalaman saya ketika belanja ke supermarket, si kasir acap kali bermain sulap. Hah? Kok bisa? Begini ceritanya.

Pada saat membayar barang belanjaan, kadang kembalian yang harusnya kita dapatkan tidak sesuai dengan kembalian yang diberikan kasir. Ada beberapa kasir yang membuatnya lebih jelas, seperti “Apa 100 rupiahnya boleh didonasikan?” atau kita mendengar “Apakah 200 rupiahnya boleh disumbangkan untuk kemanusiaan?”

Bila kita mendengar pertanyaan tersebut, otak kita akan berpikir “Ya sudahlah ya, masih ada kembalian dengan jumlah yang lebih besar,” tapi bagaimana dengan tipikal kasir yang bermain sulap?

Saya sedang belanja kemudian membayar barang belanjaan itu di kasir. Pada saat saya mengecek harga di komputer kasir, harusnya saya mendapat kembalian Rp. 27.200,00 tapi si kasir memberi kembalian tanpa Rp. 200,00. Kalau saya bertanya, mereka mungkin akan membuat asumsi ‘yaampun, uang receh aja masih diminta’. Harus saya akui dan saya berusaha tidak munafik. Jadi saya memutuskan untuk diam dan keluar dari supermarket tersebut. Lalu sejenak, saya berpikir. Apakah itu termasuk korupsi? Kemana larinya uang recehan saya? Okelah saya masih punya uang yang lain, tapi bagaimana dengan orang-orang yang benar-benar memberi nilai pada setiap nominal uang? Itu kerugian bagi mereka.

Oke, pernyataan saya mungkin sedikit berlebihan. Mungkin Anda berpikir ‘ya kalau emang dia nggak punya uang lagi, ya pasti ditagih lah sama dianya. Kan dia yang butuh’. Eits, sayangnya tidak semua orang mempunyai keberanian dan rasa percaya diri seperti Anda.

Permasalahan receh yang juga pernah saya alami adalah mengganti recehan dengan permen. Like what? Bagaimana bisa Anda menukar aset saya yang memiliki nilai dengan sebuah permen? (bukan berarti permen tidak bernilai). Tidak mungkin juga saya akan menjual permen saya dapatkan untuk mendapatkan recehan kan?

Alasan saya menulis ini adalah pengalaman mengenai rencana finansial saat hendak berbelanja. Saya sudah siapkan uang yang pas (maklum anak kos). Saya sudah hitung rencana belanja saya dengan cermat, tapi ternyata ketika saya sampai kasir, kembalian saya ditukar dengan permen. Tanpa persetujuan saya. Oh no. Fix, saya tidak bisa belanja di toko berikutnya. Saya tidak mungkin membayar dengan permen, bukan?

Poin penting yang saya sampaikan di sini adalah mari kita menghargai si receh. Bagi mereka yang punya banyak uang kertas, masalah ini dianggap sepele, hanya seujung kuku. Tapi bagi mereka yang susah payah mencari recehan? Jangan disamakan. Kita tidak bisa menyamakan keadaan semua orang, jangan gunakan asumsi Anda. Be wise! 😊

For your information, cek video ini supaya makin kenal dengan si receh: https://youtu.be/RqgT14-yl74

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku (Cerpen)

Rani, Manusia Ajaib yang Tidak Bisa Menangis (Cerpen)

Antologi Puisi (Bagian 5)